Senin, 17 Desember 2012

Pentingnya Netralitas Media Jelang Pilgub 2013

Oleh: James P. Pardede

Mengamati pemberitaan media massa di Sumatera Utara menjelang Pemilihan Gubernur (Pilgub) 7 Maret 2013 mendatang sangat beragam dan muncul dengan banyak versi. Ada yang mendukung salah satu pasangan calon, ada juga yang dengan sengaja memunculkan berita-berita negatif tentang salah satu calon atau mematikan karakternya (black campaign). Ada juga yang sengaja membuat hasil poling atas pengiriman kupon dari masyarakat. Upaya ini menjadi salah satu "ajang" pencitraan calon gubernur agar memiliki rating tertinggi. Sudah pasti, media yang membuat poling ini omzet penjualan korannya meningkat karena dibeli oleh tim pemenangan bakal calon.

Dalam prakteknya, siapa pun mengakui kalau media massa memiliki kekuatan untuk memberi perhatian terhadap sebuah isu. Mereka dapat membangun citra publik mengenai salah seorang figur. Dengan begitu, media massa dapat pula secara konstan menampilkan objek tertentu untuk memberikan sugesti terhadap pembaca agar mau berpikir tentang sesuatu, mengetahui sesuatu, dan memiliki perasaan tertentu tentang sesuatu.

Sejak awal tahun 2012 lalu, sudah banyak calon yang mendeklarasikan diri untuk maju menjadi calon gubernur periode 2013-2018. Jauh-jauh hari sebelumnya beberapa calon sudah berkampanye secara terselubung sekaligus mengumpulkan fotocopy KTP sekadar berjaga-jaga ketika nantinya tidak ada perahu, mereka bisa memilih jalur independen. Mereka mulai berebut simpati massa lewat pendekatan-pendekatan persuasif. Semuanya mendadak menjadi baik hati dan perhatian terhadap rakyat.

Pendaftaran calon perseorangan (independen) yang dijadwalkan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Sumatera Utara dengan sangat menyesal calon dari jalur ini tidak ada yang lolos. Pupus sudah harapan calon yang ingin maju lewat jalur perseorangan untuk maju dalam perhelatan akbar pemilihan gubernur tahun 2013 mendatang.

Setelah pendaftaran jalur perseorangan ditutup dan dinyatakan tidak ada yang lolos, bakal calon pun merapat ke partai sebagai kendaraan politik untuk maju menjadi calon gubernur. Lobi-lobi politik telah dilakukan dengan sangat intensif oleh beberapa calon.

Lima pasang calon gubernur dan wakil gubernur yang siap bertarung untuk menjadi pemimpin Sumut lima tahun ke depan adalah Gatot Pujo Nugroho-Tengku Erry Nuradi diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 11 kursi, Hati Nurani Rakyat (Hanura) 5 kursi. Selain itu, pasangan ini juga diusung Partai Bintang Reformasi (PBR) 1 kursi, serta parpol tak punya kursi Partai Patriot dan PKNU.

Pasangan Chairuman Harahap - Fadli Nurzal diusung oleh Partai Golkar yang memiliki 13 kursi, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 7 kursi serta parpol tak punya kursi terdiri dari Partai Buruh, Republikan dan Partai Pemuda Indonesia (PPI).

Pasangan Amri Tambunan- RE Nainggolan diusung oleh Partai Demokrat, sementara pasangan Gus Irawan - Soekirman diusung Partai Amanat Nasional (PAN) dengan partai yang tidak memiliki kursi tingkat provinsi.

Selain itu, pasangan Effendi Simbolon-Jumiran Abdi diusung oleh PDI Perjuangan, PDS dan PPRN. Kelima pasangan ini mempunyai kekuatan masing - masing. Lima pasang calon, setelah mendaftar ke KPUD Sumut langsung membentuk tim pemenangan yang berusaha mendekatkan diri dengan media dan jurnalis. Antara lain dengan melakukan kunjungan dan silaturahmi ke dapur redaksi.

Media massa dalam hal ini memiliki peran sangat strategis dalam menaikkan rating atau mencitrakan salah satu calon yang akan maju. Media massa Sumut yang terbilang besar saat ini (Analisa, SIB, Waspada, Sumut Pos, Pos Metro, Tribun Medan, Medan Bisnis, Orbit, Batak Pos dan media massa lainnya) sudah menampilkan berita-berita pro dan kontra tentang beberapa calon yang akan maju pada Pilgub 2013 nanti. Pencitraan atau pemuatan berita salah satu calon di media secara tidak langsung telah melakukan kampanye terselubung.

Pada dasawarsa yang lalu banyak teoritisi komunikasi masih memandang media sebagai komponen komunikasi yang netral. Pada waktu itu berlaku asumsi bahwa media apapun yang dipilih untuk menyampaikan pesan-pesan komunikasi tidak akan mempengaruhi pemahaman dan penerimaan pesan oleh masyarakat. Lalu bagaimanakah realitas media saat ini sebagai alat komunikasi politik dalam kampanye Pilgub 2013 - Apakah media mampu mempertahankan kenetralannya dalam menyajikan berita-berita atau artikel tentang calon-calon yang muncul saat ini ?

Terlepas dari dukung mendukung secara personal (pribadi) wartawan yang meliputnya, atau terlibat menjadi salah satu tim media salah satu calon. Apakah media juga ikut terlibat untuk melakukan ’pilih kasih’ dalam penyajian beritanya - Tak ada yang harus ditutup-tutupi, kalau akhir-akhir ini ada juga calon yang melakukan kontrak politik dengan salah satu media, sehingga berita yang disajikan akan menitikberatkan pemberitaan kepada calon tadi.

Dalam sebuah negara yang belum demokratis, media massa yang netral sangat sulit ditemukan. Hal ini dapat dipahami karena sejak kran reformasi dibuka, beberapa media memiliki otoritas yang kuat dalam menentukan pemberitaannya, apakah menjadi corong pemerintah, partai politik, ekonomi atau sekadar berita gaya hidup.

Menurut Mc Quail, secara umum media massa memiliki berbagai fungsi bagi khalayaknya yaitu pertama, sebagai pemberi informasi; kedua, pemberian komentar atau interpretasi yang membantu pemahaman makna informasi; ketiga, pembentukan kesepakatan; keempat, korelasi bagian-bagian masyarakat dalam pemberian respon terhadap lingkungan; kelima, transmisi warisan budaya; dan keenam, ekspresi nilai-nilai dan simbol budaya yang diperlukan untuk melestarikan identitas dan kesinambungan masyarakat.

Oleh karena itu media massa seharusnya menjadi sarana pencerahan dan transformasi nilai-nilai kebenaran agar masyarakat dapat melihat secara apa adanya. Media sebaiknya tidak memunculkan kesan yang terlalu menilai atau keberpihakan kepada salah satu calon saja karena ada "sesuatu" yang dijanjikan. Seharusnya media menyampaikan informasi yang sebenarnya, jelas hitam putihnya. Sehingga masyarakat tidak terjebak pada pilihan mereka, karena persoalan Pilgub nanti adalah persoalan masa depan Sumut lima tahun ke depan. Media harus mampu bersikap objektif dalam penayangan berita.

Pendidikan Politik


Tidak hanya media massa, media elektronik pun saat ini memiliki peran yang sangat strategis dalam pencitraan salah seorang calon. Belajar dari pemilihan gubernur DKI yang akhirnya dimenangkan oleh Joko Widodo dan pasangannya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Media elektronik menjadi saluran utama untuk mempengaruhi pandangan masyarakat khususnya dalam pencitraan salah seorang calon. Medium ini telah berkembang pesat seiring dengan perkembangan teknologi. Hal itu salah satunya disebabkan sudah banyaknya masyarakat yang memiliki televisi maupun radio, bahkan sebagian lagi sudah mampu menggunakan internet. Oleh karena itu, belakangan ini banyak Partai maupun calon yang akan berkompetisi di Pilgub 2013 nanti menggunakan sarana atau saluran kampanye melalui media elektronik khususnya televisi.

Urgensi netralitas media massa dan media elektronik dalam melakukan fungsinya sebagai penyampai informasi yang aktual harus dilakukan dari sekarang. Banyak sedikitnya penayangan yang berhubungan dengan transformasi ataupun sosialisasi visi dan misi dari sebuah Partai maupun calon yang dijagokannya akan sangat mempengaruhi penilaian masyarakat terhadapnya. Oleh karena itu, bagi yang ingin mendapat kemenangan suara harus mampu "menguasai" media dengan penayangan iklannya atau sering-seringlah membuat acara yang beritanya dimuat di beberapa media.

Media televisi menjadi salah satu media yang sangat tepat untuk mempengaruhi orang awam. Dengan televisi, kampanye mampu menjangkau orang-orang yang cacat sekalipun seperti tuna netra dan tuna rungu. Bagi mereka yang tak dapat melihat, bisa menikmati dengan mendengar, begitu juga bagi yang tak dapat mendengar dapat menikmatinya dengan visualisasinya. Selain faktor aktualitas, televisi dengan karakteristik audio visualnya memberikan sejumlah keunggulan, diantaranya mampu menyampaikan pesan melalui gambar dan suara secara bersamaan dan hidup.

Jelang pemilihan gubernur tahun 2013 nanti, obyektivitas dan netralitas media agar tercipta iklim yang baik sangat dibutuhkan. Namun kita juga tidak boleh melupakan salah satu tujuan usaha yaitu profit. Artinya kita jangan mudah terpedaya oleh media massa yang mengatasnamakan berimbang dan tidak memihak. Karena penayangan iklan tentunya tidak gratis. Banyak sedikitnya penayangan ditentukan oleh besar kecilnya biaya. Selain itu juga kita perlu melihat siapa yang ada di balik media itu. Sedekat apakah hubungan antara sebuah media dengan pemerintah, Parpol, maupun tokoh politik lainnya? Ini sebagai parameter untuk mengukur netralitas sebuah media. Karena ini mempengaruhi pada setiap pemberitaan oleh media.

Informasi atau berita dalam media massa merupakan hasil seleksi yang dilakukan oleh gatekeeper yang dijabat oleh pemimpin redaksi atau redaktur pelaksana surat kabar. Berita merupakan salah satu informasi yang diberikan oleh surat kabar. Dalam hal penyajian berita harus melalui seleksi. Karena isi berita sangat berpengaruh pada minat masyarakat untuk membaca.

Oleh karena adanya seleksi dalam pemuatan berita, maka tidak semua berita atau informasi yang ada dapat ter-expose. Berita yang dimuat biasanya hanya berita yang memiliki nilai jual.

Karena, persepsi, interpretasi, maupun opini publik mudah dipengaruhi lewat iklan maupun berita dalam media. Maka untuk menghindari terjadinya disfungsi media, media harus bisa menjadi penengah. Media harus bisa memberikan pendidikan politik yang benar, bukan memprovokasi atau berpihak pada salah satu calon gubernur yang akan maju. Masyarakat saat ini sudah cerdas dan melek informasi. Karenanya media-media yang berpihak kepada kandidat akan bisa diketahui dan dibaca oleh masyarakat.

Itu sebabnya, netralitas media massa sangat diharapkan terutama jelang Pilgub 2013 nanti. Sehingga masyarakat dapat memperoleh informasi yang benar. Netralitas wartawan dan media massa sangat menentukan siapa nantinya calon yang akhirnya dipilih oleh masyarakat memimpin Sumut lima tahun ke depan. Jika media tidak hati-hati atau karena kepentingan terselubung, media akan terjebak dalam pemberitaan satu kandidat saja dan masyarakat saat ini sudah ’pintar’ dalam menyikapi pemberitaan sebuah media.

Ada harapan, wartawan, media massa dan media elektronik pastilah memiliki kepekaan dalam menyajikan pemberitaan terhadap calon-calon yang muncul. Dukungan secara pribadi terhadap salah satu kandidat sah-sah saja, hanya saja dalam penyajian berita media massa secara umum haruslah mengedepankan netralitas dan tidak berpihak hanya pada satu calon saja.

Media massa memiliki peran strategis dalam menyampaikan informasi akurat tentang calon-calon yang muncul. Masyarakat Sumut perlu tahu banyak tentang sepak terjang calon yang akan dipilih pada 7 Maret 2013 mendatang. Siapa pun nantinya yang terpilih menjadi pemimpin Sumut periode 2013-2018, tidak terlepas dari kedewasaan masyarakat untuk menentukan pilihan yang tepat.***

* Penulis adalah jurnalis tinggal di Medan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar